-->

Partners

BULLYING 3



I. Definisi Bullying
Bullyng sering kali terdengar di telinga masyarakat. Tapi, apakah mereka peduli dengan korban-korban bullyng. Kenyataan yang ada bullyng malah menjadi budaya siswa sekolah. Hal itu, dapat terjadi karena masyarakat tidak mengetahui apa itu bullyng. Mereka hanya mendengar belaka tanpa mengetahui dampaknya. Padahal, bullyng adalah masalah yang sudah lama terjadi hampir tiga dasawarsa namun belum ada solusinya. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu apa itu bullyng?. Agar masalah tersebut dapat diatasi. Definisi Bullyng adalah sebagai berikut.
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya). Apalagi Bully biasanya berlangsung dalam waktu yang lama (tahunan) sehingga sangat mungkin mempengaruhi korban secara psikis. Sebenarnya selain perasaan-perasaan di atas, seorang korban Bully juga merasa marah dan kesal dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, malu dan kecewa pada diri sendiri karena “membiarkan” kejadian tersebut mereka alami. Namun mereka tak kuasa “menyelesaikan” hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan. Dengan penekanan bahwa bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah adanya egosentrisme (segala sesuatu terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu kejadian menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu adalah karena dirinya.
A) Teori Bullyng
à Teori Kriminologi Klasik
Pada penjelasan mengenai pemikiran klasik, tingkah laku jahat yang dilakukan oleh manusia merupakan cerminan dari adanya konsep “free will” atau kehendak bebas. Dalam penjelasan mengenai pemikiran klasik dengan konsep free will ini menganggap bahwa individu memiliki pilihan dan pemikiran untuk menentukan tindakan yang akan mereka lakukan. Hukuman yang diterapkan pada pemikiran ini bersifat umum sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Tokoh dalam pemikiran klasik ini antara lain Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham
à Teori Kekerasan
“Kekerasan bisa dilakukan secara fisik seperti melukai, membunuh dan sejenisnya, maupun hanya lewat kata-kata seperti mengumpat an menghina sebagai luapan rasa marah yang sudah mencapai puncaknya kepada orang lain atau obyek kekerasan tersebut.” (Joseph, 1996).

B) Faktor Penyebab Perilaku Bullying
Menurut Egi (dalam http://regianamanah.blogspot.com/2011/02/perilaku-bullying-pada-anak-sekolah.html) yang bisa menyebabkan anak berperilaku bully menurut Herlina adalah perpaduan dari faktor internal dan eksternal.
1) Faktor Internal
Secara internal, memang setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan penyataan diri dan aggressiveness dalam dirinya, hanya kapasitasnya saja yang berbeda-beda. Perilaku bully dapat terjadi bila kemudian faktor internal ini distimuli oleh faktor-faktor eksternal.
Pada Workshop Nasional Anti-bullying 2008 diungkapkan bahwa salah satu penyebab seseorang menjadi pelaku bullying adalah adanya harga diri yang rendah. Harga diri adalah penilaian yang dibuat seseorang dan biasanya tetap tentang dirinya. Hal itu menyatakan sikap menyetujui atau tidak menyetujui, dan menunjukkan sejauh mana orang menganggap dirinya mampu, berarti, sukses dan berharga.
Berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan anak ditengarai disebabkan oleh minimnya pemahaman anak terhadap nilai diri yang positif. Sikap saling menghargai, menolong, berempati, jujur, lemah lembut dan sebagainya tidak jarang hilang dari pribadi anak. Sebaliknya, mereka justru akrab dengan hal-hal yang negatif seperti kekerasan, kebohongan, licik, egois dan sebagainya.
Fase perkembangan pemahaman moral anak terdiri dari 6 fase dan tingkatan itu tidak berkorelasi dengan meningkatnya usia seseorang. Seorang anak yang memiliki pemahaman moral yang tinggi, maka kecenderungan melakukan tindakan yang melanggar norma seperti mengejek, memukul, menendang temannya lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan pemahaman moral bahwa hal-hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik dan melanggar moral. Semakin seorang individu memiliki tingkat pemahaman moral yang tinggi akan mengurangi perilaku menyimpangnya.
Harga diri yang rendah dan pemahaman moral anak yang rendah memunculkan perilaku bullying. Anak yang melakukan bullying pada temannya karena anak ingin mendapatkan perhargaan dari temannya dan anak belum memahami suatu perbuatan  benar atau salah berdasarkan norma moral.

2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang umumnya paling mempengaruhi adalah keluarga, lingkungan dan jenis tontonan. Anak berperilaku bullying itu biasanya datang dari beberapa macam keluarga. Pertama, keluarga yang sangat memanjakan anak. Apa pun keinginan anak dituruti, sehingga anak merasa powerful dan bisa mengatur orang lain. Hal ini terekam hingga pada waktu sekolah atau bergaul pun anak mencari teman-temannya yang bisa ditindas atau dimanfaatkan. Dalam hal ini kasusnya adalah anak menjadi over-confident atau terlalu percaya diri.
Perilaku bullying juga bisa muncul pada anak-anak yang kurang percaya diri. Hal ini bisa datang dari keluarga yang terlihat baik-baik saja, tidak ada masalah, tapi kenyataannya banyak kebutuhan-kebutuhan emosional yang tidak didapat oleh si anak, seperti perasaan disayang, diperhatikan, juga rasa dihargai. Biasanya terjadi pada keluarga yang tidak berfungsi atau broken home dimana anak memang kurang perhatian. Akibatnya anak memiliki self esteem dan self confident rendah, konsep dirinya pun negative.
Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi anak untuk berperilaku bully melalui berbagai cara. Yang pertama anak bisa meniru perilaku buruk yang dilihat dari lingkungannya yaitu baik di lingkungan rumah (perilaku kedua orang tuanya) ataupun lingkungan sekolah (perilaku yang berasal dari teman-temannya). Selain itu lingkungan juga dapat memberikan penguatan atau reinforcement pada anak untuk bersikap bully. Bukan hanya itu, sebenarnya lingkungan yang mengabaikan atau mentolerir sikap bully anak juga dapat menjadi penguat.Guru atau orangtua yang tidak berbuat apa-apa akan membuat anak merasa bahwa tindakannya tidak salah.
Stimulan lainnya dari luar anak bisa datang dari jenis tontonannya. Serupa dengan contoh dari lingkungan, anak juga memiliki kecenderungan mengimitasi apa yang dilihatnya dari tayangan yang ditonton. Sekali lagi orangtua berperan penting untuk benar-benar mengawasi segala tontonan anak, baik di televisi, games, film bioskop, internet dan lain sebagainya.



C) Dampak perilaku bullyng
Menurut Vivie (dalam http://bundazone.com/prilaku-bermasalah/bully-dan-bullying/) akibat dari tindakan bullying ini tidak dapat dikatakan main-main. Selain itu, hanya mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak mulai dari yang ringan, sedang, hingga yang serius dan mampu berakibat pada kematian. Dampak perilaku signifikan menurut
http://animenekoi.blogspot.com/2012/01/perilaku-bullying-pada-anak-sd.html adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar menurun.
2. Phobia sekolah.
3. Gelisah, sulit tidur.
4. Gangguan makan.
5. Menyendiri, mengucilkan diri.
6. Sensitive, lekas marah.
7. Agresif , bersikap kasar pada orang lain (contoh : pada kakak atau adik bahkan orang tua).
8. Depresi.
9. Hasrat bunuh diri (Data dari Jepang dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri).
Menurut Admin (dalam http://www.artiku.com/2008/05/10/stop-bullying/) bullying berdampak menurunkan tes kecerdasan dan kemampuan analisis siswa yang menjadi korban, bahkan sampai berusaha bunuh diri. Bullying juga berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai-nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal dibanding yang tidak melakukan bullying. Tindakan ini juga masih menjadi masalah tersembunyi yang tidak disadari oleh para pendidik dan orang tua murid.
Bullying adalah masalah kesehatan publik yang perlu mendapatkan perhatian karena orang-orang yang menjadi korban bullying kemungkinan akan menderita depresi dan kurang percaya diri. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang menjadi korban bullying akan mengalami kesulitan dalam bergaul. Merasa takut datang ke sekolah sehingga absensi anak tinggi dan ketinggalan pelajaran, mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan kesehatan mental maupun fisik jangka pendek maupun panjang akanterpengaruh.
Sedangkan menurut Bangu (2007: 2), anak korban bullying sering menampakkan sikap: mengurung diri atau menjadi school phobia, minta pindah sekolah, konsentrasi berkurang, prestasi belajar menurun, suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang di minta si pelaku bullying). Anak jadi penakut, gelisah, tidak bersemangat, menjadi pendiam, mudah sensitif, menyendiri, menjadi kasar dan dendam, mudah cemas, mimpi buruk, melakukan perilaku bullying kembali terhadap orang lain.

D) Gejala/ciri-ciri Korban dan Pelaku Bullying
Ubaydillah (dalam http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=528) mengungkapkan bahwa berdasarkan penjelasan sejumlah pakar tentang korban bullying, umumnya para korban itu memiliki ciri-ciri  “ter”, misalnya: terkecil, terbodoh, terpintar, tercantik, terkaya, dan seterusnya.
Di bukunya Barbara Colorosa (The bully, The bullied, dan The bystander: 2004), ciri-ciri yang terkait dengan korban itu antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Anak baru di lingkungan itu.
2.      Anak termuda atau paling kecil di sekolah.
3.      Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena rasa takut.
4.      Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan.
5.      Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.
6.      Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.
7.      Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatian orang lain.
8.      Anak yang paling miskin atau paling kaya.
9.      Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah.
10.  Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah.
11.  Anak yang agamanya dipandang rendah.
12.  Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain.
13.  Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan tidak berkompromi dengan norma-norma.
14.  Anak yang siap mendemontrasikan emosinya setiap waktu.
15.  Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.
16.  Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.
17.  Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
18.  Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental.
19.  Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib buruk).
Sedangkan untuk para pelaku, mereka umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Suka mendominasi anak lain.
2.      Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
3.      Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.
4.      Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau peduli dengan  perasaan anak lain.
5.      Cenderung melukai anak lain ketika orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di sekitar mereka.
6.      Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai sasaran.
7.      Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
8.      Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh terhadap akibat dari perbuatannya.
9.      Haus perhatian.
A. Solusi terhadap Kasus Bullying
à Solusi buat orang tua atau wali orang tua jika anaknya menjadi korban intimidasi (bullying) di sekolah. Beberapa di antaranya:
1. Satukan Persepsi dengan Istri/Suami.
Sangat penting bagi suami-istri untuk satu suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak-anak di sekolah. Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan justru akan semakin tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa aspek, misalnya: apakah orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke sekolah, apakah perlu menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor ke polisi.
2. Pelajari dan Kenali Karakter Anak .
Perlu kita sadari, bahwa satu satu penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya karakter yang mudah dijadikan. Dengan mengenali karakter anak, kita akan bisa mengantisipasi berbagai potensi intimidasi yang menimpa anak , atau setidaknya lebih cepat menemukan solusi (karena kita menjadi lebih siap secara mental).
3. Jalin Komunikasi dengan Anak.
Tujuannya adalah anak akan merasa cukup nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita kepada kita sebagai orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan atau belum.
4. Jangan Terlalu Cepat Ikut Campur.
Idealnya, masalah antar anak-anak bisa diselesaikan sendiri oleh mereka, termasuk di dalamnya kasus-kasus bullying. Oleh karena itu, prioritas pertama memupuk keberanian dan rasa percaya diri pada anak-anak kita (yang menjadi korban intimidasi).
5. Masuklah di Saat yang Tepat.
Jangan lupa, bahwa seringkali anak (yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau kita (orang tuanya) turut campur. Oleh karena itu, kita mesti benar-benar mempertimbangkan saat yang tepat ketika memutuskan untuk ikut campur menyelesaikan masalah. Ada beberapa indikator:
(1) Kasus tertentu tak kunjung terselesaikan,
(2) Kasus yang sama terjadi berulang-ulang,
(3) Kalau kasusnya adalah pemerasan, melibatkan uang dalam jumlah cukup besar,
(4) Ada indikasi bahwa prestasi belajar anak mulai terganggu.
6. Bicaralah dengan Orang yang Tepat.
Jika sudah memutuskan untuk ikut campur dalam menyelesaikan masalah, pertimbangkan masak-masak apakah akan langsung berbicara dengan pelaku intimidasi, orang tuanya, atau gurunya.
7. Kalau Perlu, Intimidasilah Pelaku Intimidasi.
(1) Untuk anak/siswa, orang tua meyakinkan psikis anak agar dia tidak merasa sendirian,
(2) Untuk pelaku intimidasi, berikan peringatan jika pelaku bertindak melebihi batas kewajaran, (3) Untuk guru/sekolah, seharusnya dapat menyelesaikan masalah bullyng secara damai.
8. Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah.
Dalam beberapa kasus yang diceritakan teman-teman saya, anak-anak kadang merespon intimidasi yang dialaminya di sekolah dengan minta pindah sekolah. Kalau dituruti, itu sama saja dengan lari dari masalah. Jadi, sebisa mungkin jangan dituruti. Kalau ada masalah di sekolah, masalah itu yang mesti diselesaikan, bukan dengan ‘lari’ ke sekolah lain. Jangan lupa, bahwa kasus-kasus bullying itu terjadi hampir di semua sekolah.



·         Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru:
1.      Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2.      Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
3.      Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4.      Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru).
5.      Binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
6.      Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
·         Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying:
1.      Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.. Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
2.      Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3.      Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying).
4.      Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena :
a.       Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
b.      Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
c.       Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.
·         Penanganan buat anak yang menjadi pelaku Bullying:
1.      Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas.
2.      Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban.Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda.
3.      Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
Solusi lain:
·         Blaming the Victim
Masalah bullying adalah masalah kita semua. Pemerintah, polisi, politisi, masyarakat, guru, orang tua, dan siswa, mestinya memiliki kepedulian bersama dalam menyelesaikan masalah bullying ini. Sayangnya, tidak sedikit orang yang menganggap masalah bullying sebagai masalah pelajar itu sendiri. Karenanya, mereka selalu menganggap pelajar sebagai biang masalah. Ini merupakan sikap dan tindakan yang dikenal dengan blaming the victim (menyalahkan korban).
Blaming the victim, makanya perlu dihindari. Karena bukannya menyelesaikan masalah, melainkan menghindar dari masalah. Blaming the victim, merupakan wujud dari ketidakmampuan (atau ketidakmauan?) seseorang dalam menyelesaikan masalah.

·         Dari Masalah ke Akar Masalah
Selain blaming the victim, problem lain yang menghambat penyelesaian bullying adalah terpaku kepada masalah, tanpa menyadari penyebab yang menjadi akar masalah. Padahal, mengetahui dan menyelesaikan akar suatu masalah, merupakan salah satu teknik problem solving yang jitu. Penyelesaian suatu kasus tanpa menyelesaikan akar masalahnya akan sia-sia belaka. Kalaupun berhasil, sifatnya hanya sementara. Setelah itu, tidak lama kemudian akan muncul lagi.
Khalifah Umar bin Khattab, pernah mengajarkan teknik problem solving dengan berorientasi kepada penyelesaian akar masalah. Konon suatu hari, seseorang dilaporkan kepada Sang Khalifah karena telah mencuri. Si pelapor meminta kepada khalifah untuk menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada si pencuri. Khalifah Umar bin Khattab tahu bahwa potong tangan merupakan sanksi bagi si pencuri. Tetapi, beliau ternyata tidak menghukumnya, setelah tahu bahwa kelaparan dan paceklik menjadi penyebab orang itu mencuri. Akhirnya si pencuri dibebaskan. Selanjutnya, sebagai khalifah, dia berusaha untuk membuat program yang mensejahterakan rakyatnya. Hasilnya, pencurian dan kriminalitas tidak lagi terdengar di kalangan rakyatnya. Karena, kelaparan dan paceklik, yang menjadi akar masalah, sudah diselesaikannya.
Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, perlu ditiru oleh siapapun yang akan menyelesaikan masalah kekerasan di kalangan pelajar. Umar bin Khattab tidak langsung menghukum si pencuri. Melalui otaknya yang jenius serta hatinya yang tenang, beliau menangkap sinyal ketidakberesan di tengah-tengah masyarakatnya.
Demikian juga dalam menghadapi kasus bullying. Tidak cukup hanya menghukum para pelajar yang melakukannya. Sebab, banyak faktor yang dapat dihubungkan sebagai akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya bullying.
Tidak heran, jika banyak orang berpendapat bahwa menyelesaikan masalah bullying tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena akar masalahnya tidak tunggal; banyak dan kompleks. Akan tetapi, walaupun rumit, kita perlu mencari jalan keluarnya. Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surat Alam Nasyrah [94]: 5-6 menegaskan: ”Sesungguhnya di dalam kesulitan pasti ada kemudahan. Dan sesungguhnya di dalam kesulitan pasti ada kemudahan”.

·         Komunikasi, Muara Solusi
Menyelesaikan kasus bullying sesungguhnya bisa dimulai dengan cara membangun komunikasi yang terbuka antara guru, orang tua dan murid. Selama ini, komunikasi di antara mereka seringkali tidak berjalan dengan baik dan efektif. Orang tua, misalnya jarang memberi perhatian terhadap anaknya, baik di rumah atau di sekolah. Sementara itu, di sekolah, guru cenderung ingin didengarkan murid. Komunikasi yang dibangun hanya satu arah. Tidak banyak guru yang memposisikan dirinya sebagai fasilitator atau mitra berbagi dengan murid. Sedangkan murid-murid lebih suka mengambil jalan sendiri, dan tidak tahu kepada siapa dia harus berkomunikasi.
Oleh karena itu, komunikasi sangat penting dalam membangun suasana yang sejuk dan damai. Komunikasi menjadi semacam muara bagi solusi atas kasus-kasus kekerasan di kalangan pelajar. Kesediaan semua pihak, terutama orang tua, guru dan murid, untuk menjalin komunikasi yang positif, terbuka, dan jujur, akan membuka jalan menuju solusi yang efektif dalam menyelesaikan kasus bullying.

·         Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying :
Ø  Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengatakan TIDAK atas tekanan-tekanan yang didapatkan dari teman/pelaku bullying.
Ø  Sekolah meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku bullying (tidak semua anak paham apakah sebenarnya bullying itu) dan bahwa sekolah memiliki dan menjalankan kebijakan anti bullying.
Ø  Memutus lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerjasama antar anggota komunitas sekolah, tidak hanya interaksi antar murid dalam level yang sama tapi juga dari level yang berbeda.
·         Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying :
Perilaku ini sebenarnya bisa dicegah jika sekolah dan orangtua memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai anak. Kunci utama dari antisipasi masalah disiplin dan bullying adalah hubungan yang baik dengan anak. Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orangtua dan guru akan selalu siap membantunya. Dari sinilah anak kemudian belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
·         Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying :
Hal ini berkaitan erat dengan konsep diri anak. Jika anak memiliki konsep diri yang baik, dalam arti mengenal betul kelebihan dan kekurangan dirinya, ia tidak akan terganggu dengan tekanan-tekanan dari teman-teman atau pelaku bullying. Biasanya jika korban atau calon korban tidak menggubris, pelaku bullying tidak akan mendekatinya lagi. Yang penting juga adalah membekali anak dengan keterampilan asertif, sehingga bisa memberikan pesan yang tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang bisa dijadikan korban.
Pencegahan Bullying Secara Preventif :
1.      Sosialisasi antibullying kepada siswa, guru, orang tua siswa, dan segenap civitas akademika di sekolah.
2.      Penerapan aturan di sekolah yang mengakomodasi aspek antibullying.
3.      Membuat aturan antibullying yang disepakati oleh siswa, guru, institusi sekolah dan semua civitas akademika institusi pendidikan/ sekolah.
4.      Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi.
5.      Membangun komunikasi dan interaksi antarcivitas akademika

Solusi Ketika Telah Terjadi Bullying:
1.      Pendekatan persuasive, personal, melalui teman (peer coaching).
2.      Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada masyarakat (student service).
3.      Dilakukan komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku dan korban, serta orangtua.

4.      Ekspose media yang memberikan penekanan munculnya efek negatif terhadap perbuatan bullying sehingga menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan perbuatan serupa.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter