KLIPING
PENGENDALIAN SOSIAL
Disusun Oleh:
INA
WAHYU PRIYANTI NINGSIH
RISMA
FADILLA PUTRI
MARFUATIM
MOTHOHAROH
NUR ITA
RAHMAWATI
LUTFIYATUL
KHUMAIRO`
2016
Pengendalian
Sosial - Keteraturan sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
Keteraturan tersebut dapat ditegakkan melalui kedisiplinan setiap anggota
masyarakat di dalam memegang teguh sistem nilai dan sistem norma yang telah
disepakati bersama. Nah oleh karena itu pengendalian sosial itu tercipta. Tapi
apa sih sebenarnya pengendalian sosial tersebut. Tenang sobat, Zona Siswa akan
mencoba menjelaskannya di sini secara lengkap.
A.
Pengertian Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial adalah pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan,
khususnya pemerintah beserta aparatnya. Memang ada benarnya bahwa pengendalian
sosial, berarti suatu pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya
pemerintahan.
Pengertian
pengendalian sosial tersebut mencakup segala proses, baik yang direncanakan
atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga
masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.
Berikut
di bawah ini adalah beberapa pengertian dari para ahli tentang pengendalian
sosial.
1.
Peter L. Berger
Menurut Peter L.
Berger (1978) pengendalian sosial merupakan berbagai cara yang digunakan
masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.
2.
Joseph S. Roucek
Menurut Joseph S.
Roucek seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), mengemukakan bahwa
pengendalian sosial adalah proses baik terencana maupun tidak yang bersifat
mendidik, mengajak, bahkan memaksa semua warga masyarakat agar mematuhi kaidah
sosial yang berlaku
Secara
umum dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah cara dan proses
pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan guna mengajak, mendidik,
serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.
B.
Sifat Pengendalian Sosial
Berikut
ini adalah sifat-sifat dalam pengendalian sosial, diantaranya yaitu:
1.
Pengendalian Preventif
Pengendalian preventif
dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Dengan demikian, tujuan dari
pengendalian preventif adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap
sistem nilai dan sistem norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Contoh
tentang pengendalian sosial yang bersifat preventif antara lain adalah:
pemberian nasehat yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya agar selalu
menjaga tata krama dalam bermasyarakat
2.
Pengendalian Represif
Pengendalian sosial
yang bersifat represif adalah pengendalian yang dilaksanakan setelah terjadi
pelanggaran terhadap sistem nilai dan sistem norma yang disepakati bersama.
Pengendalian represif ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sedia kala
sehingga kehidupan menjadi normal kembali. Contoh dari pengendalian sosial yang
bersifat represif antara lain adalah: pemberlakuan tilang terhadap pengendara
yang melanggar peraturan lalu lintas; pemberian skorsing kepada pelajar yang
berkali-kali melanggar tata tertib sekolah; pemberian vonis hukuman terhadap
terdakwa yang terbukti melakukan tindak kriminal.
3.
Pengendalian Gabungan
Pengendalian sosial
yang merupakan perpaduan antara preventif dan represif dilakukan untuk mencegah
agar tidak terjadi penyimpangan dan sekaligus untuk memulihkan kembali agar
keadaan kembali normal seperti sedia kala. Contoh dari pengendalian sosial
jenis ini adalah operasi yustisi yang digelar kepada seluruh warga masyarakat;
pemberian penyuluhan akan pentinganya kepimilikan KTP (preventif), serta
pengadaan operasi yustisi untuk menjaring warga yang tidak jelas identitiasnya
(represif).
4.
Pengendalian Persuasif
Pengendalian sosial
secara persuasif adalah pengendalian yang dilakukan melalui ajakan, himbauan,
arahan, dan bimbingan kepada anggota masyarakat untuk melaksanakan hal-hal yang
positif. Contoh dari pengendalian sosial secara persuasif ini misalnya adalah
himbauan untuk tidak merokok pada ruang-ruang umum. Biasanya kalimat-kalimat
yang digunakan sangat halus, seperti tulisan: “TERIMA KASIH ANDA TIDAK
MEROKOK DI RUANGAN INI”.
5.
Pengendalian Koersif
Pengendalian sosial
secara kurasif adalah pengendalian yang dilakukan melalui ancaman dan
kekerasan. Contohnya pengendalian sosial tentang pembajakan video kaset yang
susah dibrantas. Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pengendalian kurasif ini
biasanya berupa ancaman, seperti: “Dilarang keras mengutip, menjiplak,
memfotokopi atau memperbanyak dalam bentuk apapun, baik sebagian atau
keseluruhan isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.”
C. Alat
Pengendalian Sosial
Masyarakat
menginginkan tercapainya ketertiban sosial agar aktivitas hidupnya berlangsung
dengan lancar. Menyadari adanya berbagai kepentingan individu, maka peluang
terjadinya perilaku menyimpang sangat besar. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan
berbagai alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
1.
Cemoohan atau Ejekan
Masyarakat akan mencemooh atau mengejek individu atau kelompok yang
melakukan penyimpangan. Adakalanya cemoohan justru merupakan hukuman yang
sangat berat bagi si pelaku penyimpangan, bahkan dapat lebih menyakitkan
dibandingkan dengan hukuman fisik. Bisa jadi akibat yang ditimbulkan juga
dirasakan oleh keluarga dan kerabat, atau kelompoknya.
Desas-Desus atau Gosip
Desas-desus dapat menyebabkan rasa malu bagi yang digosipkan. Gosip biasanya terjadi karena kritik yang disampaikan tidak dapat dikomunikasikan. Gosip yang benar justru sering mengena, artinya orang yang digosipkan menjadi sadar atas perbuatan menyimpangnya dan kembali kepada nilai-nilai serta norma yang berlaku.
Pendidikan
Pendidikan,
baik yang dilakukan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat merupakan salah
satu cara pengendalian sosial yang telah melembaga di masyarakat. Melalui
pendidikan, warga masyarakat dibimbing untuk mematuhi nilai dan norma
masyarakat sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang.
Ostrasisme
Ostrasisme
menunjuk pada tindakan membiarkan seseorang hidup dan bekerja dalam kelompok
itu, tetapi tidak seorang pun berbicara dengannya, bahkan ditegur pun tidak.
Orang yang menerima perilaku seperti ini adalah orang-orang yang berperilaku
menyimpang dari nilainilai dan norma-norma kelompok atau masyarakat.
Fraudulens
Fraudulens
merupakan bentuk pengendalian sosial yang umumnya terdapat pada anak kecil.
Misalnya, jika dua orang anak kecil bertengkar, mereka akan saling mengancam
bahwa ia mempunyai kakak yang dapat mengalahkan lawan bertengkarnya. Inilah
yang di dalam masyarakat disebut sebagai beking.
Teguran
Teguran
merupakan cara pengendalian sosial melalui perkataan atau tulisan secara
langsung. Teguran dilakukan agar pelaku perilaku menyimpang segera menyadari
kekeliruannya dan memperbaiki dirinya.
Agama
Agama
memberikan pedoman kepada para pemeluknya tentang perbuatan yang boleh
dilakukan dan perbuatan yang dilarang untuk dilakukan. Ajaran agama lebih
tertanam pada sanubari setiap pemeluknya sehingga agama merupakan alat
pengendalian sosial yang sangat handal. Pelaku penyimpangan akan terbebani oleh
perasaan berdosa, dan dosa itu hanya akan terampunkan dengan cara bertobat.
Intimidasi
Intimidasi
merupakan cara pengendalian sosial yang dilakukan dengan paksaan, biasanya
dengan cara mengancam atau menakut-nakuti. Aparat penegak hukum sering
menggunakan cara ini untuk mengorek keterangan dari orang yang dimintai
keterangannya.
Kekerasan Fisik
Kekerasan
fisik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku seseorang antara lain
memukul, menampar, dan melukai. Kekerasan fisik mencerminkan ketidaksabaran
seseorang dalam menangani suatu masalah, termasuk masalah perilaku menyimpang.
Hukum
Hukum
merupakan alat pengendalian sosial yang secara nyata memberikan sanksi terhadap
pelaku penyimpangan. Adanya aturan hukum yang jelas dengan sanksi yang tegas,
dapat mengendalikan setiap anggota masyarakat terhadap pelanggaran nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku.
D. Agen
Pengendalian Sosial
Keteraturan sosial tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Sebaliknya, keteraturan sosial perlu diusahakan dengan memaksimalkan peranan lembaga (pranata) sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Lembaga (pranata) sosial memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pengendalian, yakni terhadap perilaku-perilaku yang menyimpang. Ada beberapa agen pengendalian sosial, diantaranya adalah:
1.
Polisi
Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban tersebut, polisi mengendalikan atau mengawasi perilaku masyarakat agar tidak menyimpang atau melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Polisi mempunyai wewenang untuk menangkap dan menahan seseorang yang melanggar hukum.
Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban tersebut, polisi mengendalikan atau mengawasi perilaku masyarakat agar tidak menyimpang atau melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Polisi mempunyai wewenang untuk menangkap dan menahan seseorang yang melanggar hukum.
2.
Pengadilan
Pengadilan yaitu lembaga milik negara yang mempunyai wewenang untuk mengadili perkara dan menjatuhkan hukuman kepada warga masyarakat yang melanggar hukum. Lembaga pengadilan yang ada di Indonesia, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
Pengadilan yaitu lembaga milik negara yang mempunyai wewenang untuk mengadili perkara dan menjatuhkan hukuman kepada warga masyarakat yang melanggar hukum. Lembaga pengadilan yang ada di Indonesia, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
3.
Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Guru berkewajiban mendidik dan mengajar para siswa. Mendidik lebih intensif daripada mengajar. Ketika mendidik para siswa, guru akan menanamkan nilai dan norma sosial yang akan membangun kepribadian para siswa. Hal ini mesti dilakukan agar para siswa bisa menjadi individu beradab.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Guru berkewajiban mendidik dan mengajar para siswa. Mendidik lebih intensif daripada mengajar. Ketika mendidik para siswa, guru akan menanamkan nilai dan norma sosial yang akan membangun kepribadian para siswa. Hal ini mesti dilakukan agar para siswa bisa menjadi individu beradab.
4.
Keluarga
Keluarga dapat berperan sebagai pranata pengendalian sosial bagi anak-anak. Peranan keluarga dalam pengendalian sosial sangat besar, sebab lingkungan keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk belajar hidup sosial, termasuk mengenal nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Keluarga dapat berperan sebagai pranata pengendalian sosial bagi anak-anak. Peranan keluarga dalam pengendalian sosial sangat besar, sebab lingkungan keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk belajar hidup sosial, termasuk mengenal nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
5.
Pengadilan Adat.
Pengadilan adat
merupakan suatu lembaga yang terdapat pada masyarakat yang masih kuat memegang
adat-istiadat. Lembaga adat bertugas untuk mengawasi atau mengendalikan warga
yang melanggar norma adat. Hukuman bagi para pelanggar norma adat dapat berupa
denda atau diusir dari lingkungan masyarakat adat yang bersangkutan.
6.
Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat
adalah para pemimpin masyarakat, baik formal maupun informal. Mereka ditokohkan
karena memiliki pengaruh atau wibawa atau kharisma di hadapan masyarakatnya.
Para tokoh masyarakat dapat melakukan peranan pengendalian sosial terhadap
warga masyarakatnya. Misalnya dengan cara mendidik, menasihati, membimbing,
membina, menegur, dan sebagainya, agar warga masyarakatnya mematuhi nilai-nilai
dan norma yang berlaku.
7.
Media Massa
Media massa efektif
juga untuk mengendalikan kehidupan sosial masyarakat. Apalagi media massa
memiliki cakupan luas, sehingga dapat mengontrol perilaku para pemimpin dan
warga masyarakat. Media massa dapat pula membentuk opini publik sehingga
memengaruhi sikap dan pendapat warga masyarakat tentang sesuatu hal.
E. Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian sosial
Ada berbagai jenis lembaga pengendalian
sosial yang berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang.
Lembaga pendidikan sosial tersebut meliputi gosip, teguran, hukuman,
pendidikan, dan agama. Berikut keteranga ringkas mengenai keenam jenis lembaga
pengendalian sosial tersebut.
3.1. Gosip
Gosip sering disebut juga desus – desus atau
kabar buruk. Gosip merupakan berita yang menyebar belum
tentu/tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengsn demikian, gosip bisa
saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih diragukan kebenarannya.
Sebab, seringkali berita dalam gosip tidak jelas sumbernya.
Pada umumnya gosip muncul bila pernyataan
secara terbuka tidak mungkin dilontarkan. Oleh sebab itu, berita kemudian
tersebar melalui mekanisme pembicaraan antar orang. Melalui mekanisme seperti
itu, berita akan tersebar dengan cepat. Apalagi bila berita itu menarik.
Misalnya, berita mengenai orang yang menjadi pusat perhatian public (public
figure). Para tokoh politik maupun artis pada umumnya menjada sasaran
empuk gosip. Contoh, seorang pejabat kejaksaan Agung pernah digosipkan membli
sebuah rumah mewah dengan uang hasil korupsi, ada gosip bahwa munir dibunuh
olrh sebuah komplotan yang melibatkan oknum intelijen.
Pada umumnya, orang tidak senang bila menjadi
sasaran gosip. Sebab, gosip menyebabkan perubahan sikap masyarakat terhadap
orang yang menjadi sasaran gosip. Oleh karena itu, orang akan berusaha agar
tidak menjadi sasaran gosip. Gosip menjadikan seorang menyadari kesalahannya,
lalu berusaha bertindak sesuai norma yang berlaku. Dengan demikian, gosip bisa
menjadi salah satu cara pengendalian sosial.
Namun, gosip pada umumnya tidak bisa
berfungsi efektif sebagain pengendalian sosial. Apalagi, bila tidak didukung
dengan budaya malu.
3.2. Teguran
Teguran adalah peringatan yang dilakukan oleh
satu pihak kepada pihak lain. Teguran itu bisa dilakukan oleh seseorang kepada
orang lain, seseorang kepada kelompok lain, satu kelompok kepada seseorang,
atau dari kelompok kepada kelompok lain. Teguran bisa dilakukan secara lisan
dan / atau secara tertulis.
Tujuan dari teguran adalah menyadarkan pihak
yang melakukan perilaku menyimpang. Sehingga dengan demikian, diharapkan pihak
tersebut tidak akan mengulangi tindakannya.
Dalam hubungan – hubungan yang bersifat
informal, biasanya teguran dilakukan secara informal pula. Artinya, teguran
tersebut tidak mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Akan tetapi, dalam
hubungan – hubungan yang bersifat formal, teguran biasanya dilakukan dengan
prosedur tertentu. Misalnya, dilakukan teguran secara lisan diindahkan, maka
bisa dilanjutkan dengan pemberian sanksi tertentu.
Contoh, seorang fungsionaris partai memproleh
teguran keras dari Dewan Pimpinan Pusat partai karena melakukan tindakan yang
memperburuk citra partai, seorang anggota fraksi di DPR memproleh teguran dariketua
fraksinya karena sering mangkir dalam persidangan – persidangan DPR.
3.3.
Hukuman / Sanksi
Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu
yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan,yang diberikan
kepada pihak pelaku perilaku kenyimpang. Hukuman semestinya diberikan sebanding
denga kualitas penyimpangan yang dilakukan.
Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang. Biasanya, pemberian hukum dilakukan oleh pihak – pihak yang
berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat
tergantung pad konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehiupan dikantor,
maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan sosial, pihak yang
berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan.
Demikian pula, pemeberian hukuman tidak boleh
dilakukan sembarangan tau sesuka hati. Pada prinsipnya hukumanan harus
diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan bisanya telah
mangatur mekanisme pemberian hukuman.
Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua yaitu
:
Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang
sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi.
Memberikan contoh kepada pihak yang tidak
melakukan perilaku mrnyimpang, bila bahwa bila mereka melakukan perilaku
menyimpang akan mendapatkan hukuman.
Contoh: TS dihukum 18 bulan penjara dan
kewajiban membayarganti rugi sebesar 30,68 milyar rupiah dalam kasus
ruislag Bulog – Goro. Sementara itu, R G1, mitra bisnis TS, dihukum
dengan hukuman penjara selama 18 bulan dan kewajiban membayar ganti rugi
sebesar 7,67 milyar rupiah.
3.4. Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga pengendalian
sosial yang penting. Karena melaluin pendidikan, seseorang menjadi tau,
memahami, mengakui, dan bersedis berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Tanpa ada pendidikan, maka itu semua tak mungkin terrjadi.
Orang tak akan tau, apalagi memahami, mengakui, dan bersedia berperilaku
sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah.
Pendidikan juga berlangsung dalam keluarga dan masyaraka. Demikianlah,
keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan agen pendidikan yang penting.
Fungsi pendidikan sebagai lembaga pengendalian sosial agar berjalan dengan baik
mana kala ada sinergi antara pendidikan yang berlangsung dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Dalam kenyataan, tidaklah mudah mewujudkan
sinergi antara pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang
diajarkan dalam keluarga dan disekolah, tak jarang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan pendidikan yang berlangsung dalam masyarakat.
Sebagai contoh, dalam keluarga dan disekolah
seorang anak dididik untuk mengasihi sesamanya dan berperilaku santun. Namun
demikian, begitu banyak media massa cetak maupun elektronik ( sebagai salah
satu agen pendidikan masyarakat) justru menyajikan secara vulgar dan eksesif
berbagai bentuk kekerasan dan perilaku seronok. Sehingga, sang anak ataupun
orang yang menerima sosialisasi dapat merasa bingung karena dihadapkan dengan
dua hal yang bertentangan. Internalisasi yang membingungkan ini bisa membuat
orang memilih nilai yang sebenarnya tidak disukai masyarakat. Akibatnya,
pengendalian sosial menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah salah
satu masalah serius pendidikan dalam kaitannya dengan salah satu fungsinya
sebagai lembaga pengendalian sosial.
3.5. Agama
Bagi umat beragama, agama memberikan pedoman
hidup. Baik dalam berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan dengan alam. Agama
mengajarkan apa yang baik, yang harus dilakukan. Demikian pula, agama menunjukkan
apa yang jahat, yang harus dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat
baik dan larangan untuk berbuat jahat. Orang yang bersedia mematuhi perintah
agama disebut sebagai orang yang bertakwa.
Persoalannya, tidak banyak orang yang
menjalankan agama secara substanrif. Menurut banyak tokoh agama, masih begitu
banyak warga masyarakat yang beragama secara formalistic. Artinya, orang merasa
puas kalau sudah melakukan Hal – hal yang formal, misalnya, bersembahyang. Ini
merupakan kebalikan dari keberagaman substantive. Akibatnya, meskipun orang
tampakberagama dengan khusuk, namun kehiupannya yang sesungguhnya, masih saja
diwarnai dengan perilakumenyimpang.
Itulah sebabnya, di Indonesia agama belum
mampu berdampak efektifterhadap pengendalian sosial. Tak jarang, agama bukannya
dijalankan dengan tulus, tetapi justru dipakaisebagai alat untuk menyelubungi
perilaku menyimpang. Contoh, meskipun masyarakat indonediadikenal sebagai
masyarakat agamis, namun ternyata Indonesia termasuk salah satu Negara paling korup
di dunia. Ini jelas merupakan paradok yang sangat menyedihkan.
4. Lembaga Sosial
Pelaksana Pengendalian Sosial
Di dalam masyarakat, dikenal adanya lembaga
sosial yang berperan penting dalam melaksanakan pengendalian sosial. Beberapa
di antara lembaga tersebut adalah kepolisian, peradilan, adat, dan tokoh
masyarakat.
4.1. Kepolisian
Di Indonesia, keberadaan kepolisian secara
konstitusional diatur dalam pasal 30 ayat 4 UUD1945. Di sana dinyatakan:
“Kepolisian Negara Repuplik Indonisia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat
serta menegakkan Hukum”.
Adapun tugas dan wewenang kepolisian
indonisia diatur lebih lanjut dalam UUD No. 28 tahun 1997 tentang kepolisian
Negara Republik Indonesia. Menurut Undang – undang tersebut, tugas utama polisi
adalah:
Sebagai alat Negara penegak hukum, memelihara
serta meningkatkan tertib hukum.
Sebagai pengayom, memberikan perlindungan dan
pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang –
undangan.
Bersama – sama dengan segenap komponen
pertahanan dan keamanan Negara lainnya, membina ketenteraman masyarakat dalam
wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Membimbing masyarakat demi terciptanya kondisi
yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan mewujudkan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Meskipun masih banyak kekurangan di sana
sini, lembaga kepolisian di Indonesia menampakkan diri semakin professional.
Hal ini misalnya ditunjukkan oleh kesigapannya dalam membongkar sebagian
jaringan terorisme di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
4.2. Peradilan
Lembaga peradilan berfungsi memberikan
putusan hokum kepada warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap
norma-norma hokum. Peradilan juga membuat keputusan mengenai penyelesaian
perselisihan antara dua pihak. Putusan peradilan sangat penting artinya dalam
menyelesaikan persoalan hukum. Melalui putusan peradilan, menjadi jelas status
hokum dari sebuah persoalan hokum. Dengan kata lain, putusan peradilan
memberikan kepastian hokum kepada masyarakat.
Dalam praktiknya, dalam membuat keputusan,
lembaga peradilan selain berpegang pada hokum tertulis juga mempertimbangkan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Adapun nilai-nilai yang
dipertimbangkan itu antara lain adalah nilai keadilan, nilai kepatutan dan
nilai kesusilaan.
Saat ini, lembaga peradilan di Indonesia
sedang dalam ujian berat. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini
sangat rendah. Itu terjadi karena lembaga peradilan tidak menjalankan fungsinya
sebagaimana mestinya. Orang mengatakan, bahwa di Indonesia terdapat “mafia
peradilan”. Artinya, ada jaringan yang tak terorganisasi yang menguasai
peradilan, sehingga peradilan tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Lemahnya lembaga peradilan ini tentu saja menjadi salah satu hal yang membuat
lemahnya pengendalian sosial.
4.3. Adat-istiadat
adat istiadat merupakan lembaga sosial yang
terdapat di masyarakat yang masih memegang teguh tradisi. Di Indonesia,
masyarakat semacam itu terdapat terutama di pelosok-pelosok desa. Adat istiadat
merupakan system norma yang tumbuh, berkembang dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat penganutnya. Adat yang sudah melembaga dan berlaku turun temurun
disebut tradisi.
Warga masyarakat yang melanggar adat atau
tradisi, pada umumnya akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut misalnya berupa
pengucilan atau pengusiran dari lingkungan masyarakat di mana adat istiadat itu
berlaku. Meskipun sanksi tersebut tidak tertulis, namun dapat berfungsi efektif.
Hal ini disebabkan karena adat istiadat dihormati oleh warga masyarakat.
Di Indonesia, adat istiadat merupakan
pelengkap hokum tertulis. Namun demikian, dalam kenyataan, peran adat dalam
sistem hukum di Indonesia semakin berkurang. Peran itu semakin tergantikan oleh
sistem hukum modern yang cenderung bercorak positivistic. Dalam arti,
menyandarkan diri pada hukum tertulis.
4.4 Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah individu-individu
warga masyarakat yang dianggap memiliki pengaruh atau wibawa tertentu oleh
warga masyarakat lainnya. Orang tersebut biasanya disegani dan dihormati. Tutur
kata maupun perbuatannya menjadi salah satu rujukan warga masyarakat lainnya.
Tokoh masyarakat biasanya menjadi tempat tujuan warga dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Dengan segala kapasitas yang dimilikinya itu,
tokoh masyarakat merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam pengendalian
sosial. Karena itu, tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh luas, biasanya
sangat diharapkan perannya dalam melakukan pengendalian sosial. Dia diharapkan
mampu mencegah terjadinya berbagai perilaku yang menyimpang, maupun mengatasi
berbagai perilaku menyimpang. Diharapkan dengan demikian, ketertiban masyarakat
dapat diwujudkan.
Post a Comment
Post a Comment