-->

Partners

PENGENDALIAN SOSIAL



KLIPING
PENGENDALIAN SOSIAL

 










Disusun Oleh:
INA WAHYU PRIYANTI NINGSIH
RISMA FADILLA PUTRI
MARFUATIM MOTHOHAROH
NUR ITA RAHMAWATI
LUTFIYATUL KHUMAIRO`




2016


Pengendalian Sosial - Keteraturan sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Keteraturan tersebut dapat ditegakkan melalui kedisiplinan setiap anggota masyarakat di dalam memegang teguh sistem nilai dan sistem norma yang telah disepakati bersama. Nah oleh karena itu pengendalian sosial itu tercipta. Tapi apa sih sebenarnya pengendalian sosial tersebut. Tenang sobat, Zona Siswa akan mencoba menjelaskannya di sini secara lengkap.



A. Pengertian Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya. Memang ada benarnya bahwa pengendalian sosial, berarti suatu pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya pemerintahan.

Pengertian pengendalian sosial tersebut mencakup segala proses, baik yang direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.

Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian dari para ahli tentang pengendalian sosial.

1.    Peter L. Berger
Menurut Peter L. Berger (1978) pengendalian sosial merupakan berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.

2.    Joseph S. Roucek
Menurut Joseph S. Roucek seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah proses baik terencana maupun tidak yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa semua warga masyarakat agar mematuhi kaidah sosial yang berlaku
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.

B. Sifat Pengendalian Sosial
Berikut ini adalah sifat-sifat dalam pengendalian sosial, diantaranya yaitu:

1.    Pengendalian Preventif
Pengendalian preventif dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Dengan demikian, tujuan dari pengendalian preventif adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap sistem nilai dan sistem norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Contoh tentang pengendalian sosial yang bersifat preventif antara lain adalah: pemberian nasehat yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya agar selalu menjaga tata krama dalam bermasyarakat

2.    Pengendalian Represif
Pengendalian sosial yang bersifat represif adalah pengendalian yang dilaksanakan setelah terjadi pelanggaran terhadap sistem nilai dan sistem norma yang disepakati bersama. Pengendalian represif ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sedia kala sehingga kehidupan menjadi normal kembali. Contoh dari pengendalian sosial yang bersifat represif antara lain adalah: pemberlakuan tilang terhadap pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas; pemberian skorsing kepada pelajar yang berkali-kali melanggar tata tertib sekolah; pemberian vonis hukuman terhadap terdakwa yang terbukti melakukan tindak kriminal.

3.    Pengendalian Gabungan
Pengendalian sosial yang merupakan perpaduan antara preventif dan represif dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan dan sekaligus untuk memulihkan kembali agar keadaan kembali normal seperti sedia kala. Contoh dari pengendalian sosial jenis ini adalah operasi yustisi yang digelar kepada seluruh warga masyarakat; pemberian penyuluhan akan pentinganya kepimilikan KTP (preventif), serta pengadaan operasi yustisi untuk menjaring warga yang tidak jelas identitiasnya (represif).

4.    Pengendalian Persuasif
Pengendalian sosial secara persuasif adalah pengendalian yang dilakukan melalui ajakan, himbauan, arahan, dan bimbingan kepada anggota masyarakat untuk melaksanakan hal-hal yang positif. Contoh dari pengendalian sosial secara persuasif ini misalnya adalah himbauan untuk tidak merokok pada ruang-ruang umum. Biasanya kalimat-kalimat yang digunakan sangat halus, seperti tulisan: “TERIMA KASIH ANDA TIDAK MEROKOK DI RUANGAN INI”.

5.    Pengendalian Koersif
Pengendalian sosial secara kurasif adalah pengendalian yang dilakukan melalui ancaman dan kekerasan. Contohnya pengendalian sosial tentang pembajakan video kaset yang susah dibrantas. Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pengendalian kurasif ini biasanya berupa ancaman, seperti: “Dilarang keras mengutip, menjiplak, memfotokopi atau memperbanyak dalam bentuk apapun, baik sebagian atau keseluruhan isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.


C. Alat Pengendalian Sosial

Masyarakat menginginkan tercapainya ketertiban sosial agar aktivitas hidupnya berlangsung dengan lancar. Menyadari adanya berbagai kepentingan individu, maka peluang terjadinya perilaku menyimpang sangat besar. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan berbagai alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.

1.    Cemoohan atau Ejekan
Masyarakat akan mencemooh atau mengejek individu atau kelompok yang melakukan penyimpangan. Adakalanya cemoohan justru merupakan hukuman yang sangat berat bagi si pelaku penyimpangan, bahkan dapat lebih menyakitkan dibandingkan dengan hukuman fisik. Bisa jadi akibat yang ditimbulkan juga dirasakan oleh keluarga dan kerabat, atau kelompoknya. 

  Desas-Desus atau Gosip

Desas-desus dapat menyebabkan rasa malu bagi yang digosipkan. Gosip biasanya terjadi karena kritik yang disampaikan tidak dapat dikomunikasikan. Gosip yang benar justru sering mengena, artinya orang yang digosipkan menjadi sadar atas perbuatan menyimpangnya dan kembali kepada nilai-nilai serta norma yang berlaku.

  Pendidikan
Pendidikan, baik yang dilakukan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat merupakan salah satu cara pengendalian sosial yang telah melembaga di masyarakat. Melalui pendidikan, warga masyarakat dibimbing untuk mematuhi nilai dan norma masyarakat sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang.

  Ostrasisme
Ostrasisme menunjuk pada tindakan membiarkan seseorang hidup dan bekerja dalam kelompok itu, tetapi tidak seorang pun berbicara dengannya, bahkan ditegur pun tidak. Orang yang menerima perilaku seperti ini adalah orang-orang yang berperilaku menyimpang dari nilainilai dan norma-norma kelompok atau masyarakat.

  Fraudulens
Fraudulens merupakan bentuk pengendalian sosial yang umumnya terdapat pada anak kecil. Misalnya, jika dua orang anak kecil bertengkar, mereka akan saling mengancam bahwa ia mempunyai kakak yang dapat mengalahkan lawan bertengkarnya. Inilah yang di dalam masyarakat disebut sebagai beking.

  Teguran
Teguran merupakan cara pengendalian sosial melalui perkataan atau tulisan secara langsung. Teguran dilakukan agar pelaku perilaku menyimpang segera menyadari kekeliruannya dan memperbaiki dirinya.

  Agama
Agama memberikan pedoman kepada para pemeluknya tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang dilarang untuk dilakukan. Ajaran agama lebih tertanam pada sanubari setiap pemeluknya sehingga agama merupakan alat pengendalian sosial yang sangat handal. Pelaku penyimpangan akan terbebani oleh perasaan berdosa, dan dosa itu hanya akan terampunkan dengan cara bertobat.

  Intimidasi
Intimidasi merupakan cara pengendalian sosial yang dilakukan dengan paksaan, biasanya dengan cara mengancam atau menakut-nakuti. Aparat penegak hukum sering menggunakan cara ini untuk mengorek keterangan dari orang yang dimintai keterangannya.

  Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku seseorang antara lain memukul, menampar, dan melukai. Kekerasan fisik mencerminkan ketidaksabaran seseorang dalam menangani suatu masalah, termasuk masalah perilaku menyimpang.

  Hukum
Hukum merupakan alat pengendalian sosial yang secara nyata memberikan sanksi terhadap pelaku penyimpangan. Adanya aturan hukum yang jelas dengan sanksi yang tegas, dapat mengendalikan setiap anggota masyarakat terhadap pelanggaran nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.


D. Agen Pengendalian Sosial

Keteraturan sosial tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Sebaliknya, keteraturan sosial perlu diusahakan dengan memaksimalkan peranan lembaga (pranata) sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Lembaga (pranata) sosial memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pengendalian, yakni terhadap perilaku-perilaku yang menyimpang. Ada beberapa agen pengendalian sosial, diantaranya adalah:

1.    Polisi
Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban tersebut, polisi mengendalikan atau mengawasi perilaku masyarakat agar tidak menyimpang atau melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Polisi mempunyai wewenang untuk menangkap dan menahan seseorang yang melanggar hukum.

2.    Pengadilan
Pengadilan yaitu lembaga milik negara yang mempunyai wewenang untuk mengadili perkara dan menjatuhkan hukuman kepada warga masyarakat yang melanggar hukum. Lembaga pengadilan yang ada di Indonesia, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
3.    Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Guru berkewajiban mendidik dan mengajar para siswa. Mendidik lebih intensif daripada mengajar. Ketika mendidik para siswa, guru akan menanamkan nilai dan norma sosial yang akan membangun kepribadian para siswa. Hal ini mesti dilakukan agar para siswa bisa menjadi individu beradab.

4.    Keluarga
Keluarga dapat berperan sebagai pranata pengendalian sosial bagi anak-anak. Peranan keluarga dalam pengendalian sosial sangat besar, sebab lingkungan keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk belajar hidup sosial, termasuk mengenal nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

5.    Pengadilan Adat.
Pengadilan adat merupakan suatu lembaga yang terdapat pada masyarakat yang masih kuat memegang adat-istiadat. Lembaga adat bertugas untuk mengawasi atau mengendalikan warga yang melanggar norma adat. Hukuman bagi para pelanggar norma adat dapat berupa denda atau diusir dari lingkungan masyarakat adat yang bersangkutan.

6.    Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah para pemimpin masyarakat, baik formal maupun informal. Mereka ditokohkan karena memiliki pengaruh atau wibawa atau kharisma di hadapan masyarakatnya. Para tokoh masyarakat dapat melakukan peranan pengendalian sosial terhadap warga masyarakatnya. Misalnya dengan cara mendidik, menasihati, membimbing, membina, menegur, dan sebagainya, agar warga masyarakatnya mematuhi nilai-nilai dan norma yang berlaku.

7.    Media Massa
Media massa efektif juga untuk mengendalikan kehidupan sosial masyarakat. Apalagi media massa memiliki cakupan luas, sehingga dapat mengontrol perilaku para pemimpin dan warga masyarakat. Media massa dapat pula membentuk opini publik sehingga memengaruhi sikap dan pendapat warga masyarakat tentang sesuatu hal.

E. Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian sosial
Ada berbagai jenis lembaga pengendalian sosial yang berfungsi untuk  mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Lembaga pendidikan sosial tersebut meliputi gosip, teguran, hukuman, pendidikan, dan agama. Berikut keteranga ringkas mengenai keenam jenis lembaga pengendalian sosial tersebut.
3.1.    Gosip
Gosip sering disebut juga desus – desus atau kabar buruk. Gosip merupakan berita    yang menyebar belum tentu/tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengsn demikian, gosip bisa saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih diragukan kebenarannya. Sebab, seringkali berita dalam gosip tidak jelas sumbernya.
Pada umumnya gosip muncul bila pernyataan secara terbuka tidak mungkin dilontarkan. Oleh sebab itu, berita kemudian tersebar melalui mekanisme pembicaraan antar orang. Melalui mekanisme seperti itu, berita akan tersebar dengan cepat. Apalagi bila berita itu menarik. Misalnya, berita mengenai orang yang menjadi pusat perhatian public (public figure).  Para tokoh politik maupun artis pada umumnya menjada sasaran empuk gosip. Contoh, seorang pejabat kejaksaan Agung pernah digosipkan membli sebuah rumah mewah dengan uang hasil korupsi, ada gosip bahwa munir dibunuh olrh sebuah komplotan yang melibatkan oknum intelijen.
Pada umumnya, orang tidak senang bila menjadi sasaran gosip. Sebab, gosip menyebabkan perubahan sikap masyarakat terhadap orang yang menjadi sasaran gosip. Oleh karena itu, orang akan berusaha agar tidak menjadi sasaran gosip. Gosip menjadikan seorang menyadari kesalahannya, lalu berusaha bertindak sesuai norma yang berlaku. Dengan demikian, gosip bisa menjadi salah satu cara pengendalian sosial.
Namun, gosip pada umumnya tidak bisa berfungsi efektif sebagain pengendalian sosial. Apalagi, bila tidak didukung dengan budaya malu.
3.2.    Teguran   
Teguran adalah peringatan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain. Teguran itu bisa dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, seseorang kepada kelompok lain, satu kelompok kepada seseorang, atau dari kelompok kepada kelompok lain. Teguran bisa dilakukan secara lisan dan / atau secara tertulis.
Tujuan dari teguran adalah menyadarkan pihak yang melakukan perilaku menyimpang. Sehingga dengan demikian, diharapkan pihak tersebut tidak akan mengulangi  tindakannya.
Dalam hubungan – hubungan yang bersifat informal, biasanya teguran dilakukan secara informal pula. Artinya, teguran tersebut tidak mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Akan tetapi, dalam hubungan – hubungan yang bersifat formal, teguran biasanya dilakukan dengan prosedur tertentu. Misalnya, dilakukan teguran secara lisan diindahkan, maka bisa dilanjutkan dengan pemberian sanksi tertentu.
Contoh, seorang fungsionaris partai memproleh teguran keras dari Dewan Pimpinan Pusat partai karena melakukan tindakan yang memperburuk citra partai, seorang anggota fraksi di DPR memproleh teguran dariketua fraksinya karena sering mangkir dalam persidangan – persidangan DPR.
      3.3.    Hukuman / Sanksi
Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan,yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku kenyimpang. Hukuman semestinya diberikan sebanding denga kualitas penyimpangan yang dilakukan.
Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya, pemberian hukum dilakukan oleh pihak – pihak yang berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pad konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehiupan dikantor, maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan sosial, pihak yang berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan.
Demikian pula, pemeberian hukuman tidak boleh dilakukan sembarangan tau sesuka hati. Pada prinsipnya hukumanan harus diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan bisanya telah mangatur mekanisme pemberian hukuman.
Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua yaitu :
Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang sehingga tidak melakukan perilaku   menyimpang lagi.
Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku mrnyimpang, bila bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.
Contoh: TS dihukum 18 bulan penjara dan kewajiban membayarganti rugi sebesar 30,68 milyar rupiah dalam kasus ruislag   Bulog – Goro. Sementara itu, R G1, mitra bisnis TS, dihukum dengan hukuman penjara selama 18 bulan dan kewajiban membayar ganti rugi sebesar  7,67 milyar rupiah.
3.4.  Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga pengendalian sosial yang penting. Karena melaluin pendidikan, seseorang menjadi tau, memahami, mengakui, dan bersedis berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Tanpa ada pendidikan, maka itu semua tak mungkin terrjadi. Orang tak akan tau, apalagi memahami, mengakui, dan bersedia berperilaku  sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah. Pendidikan juga berlangsung dalam keluarga dan masyaraka. Demikianlah, keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan agen pendidikan yang penting. Fungsi pendidikan sebagai lembaga pengendalian sosial agar berjalan dengan baik mana kala ada sinergi antara pendidikan yang berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam kenyataan, tidaklah mudah mewujudkan sinergi antara pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang diajarkan dalam keluarga dan disekolah, tak jarang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendidikan yang berlangsung dalam masyarakat.
Sebagai contoh, dalam keluarga dan disekolah seorang anak dididik untuk mengasihi sesamanya dan berperilaku santun. Namun demikian, begitu banyak media massa cetak maupun elektronik ( sebagai salah satu agen pendidikan masyarakat) justru menyajikan secara vulgar dan eksesif berbagai bentuk kekerasan dan perilaku seronok. Sehingga, sang anak ataupun orang yang menerima sosialisasi dapat merasa bingung karena dihadapkan dengan dua hal yang bertentangan. Internalisasi yang membingungkan ini bisa membuat orang memilih nilai yang sebenarnya tidak disukai masyarakat. Akibatnya, pengendalian sosial menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah salah satu masalah serius pendidikan dalam kaitannya dengan salah satu fungsinya sebagai lembaga pengendalian sosial.
3.5.  Agama
Bagi umat beragama, agama memberikan pedoman hidup. Baik dalam berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan dengan alam. Agama mengajarkan apa yang baik, yang harus dilakukan. Demikian pula, agama menunjukkan apa yang jahat, yang harus dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat jahat. Orang yang bersedia mematuhi perintah agama disebut sebagai orang yang bertakwa.
Persoalannya, tidak banyak orang yang menjalankan agama secara substanrif. Menurut banyak tokoh agama, masih begitu banyak warga masyarakat yang beragama secara formalistic. Artinya, orang merasa puas kalau sudah melakukan Hal – hal yang formal, misalnya, bersembahyang. Ini merupakan kebalikan dari keberagaman substantive. Akibatnya, meskipun orang tampakberagama dengan khusuk, namun kehiupannya yang sesungguhnya, masih saja diwarnai dengan perilakumenyimpang.
Itulah sebabnya, di Indonesia agama belum mampu berdampak efektifterhadap pengendalian sosial. Tak jarang, agama bukannya dijalankan dengan tulus, tetapi justru dipakaisebagai alat untuk menyelubungi perilaku menyimpang. Contoh, meskipun masyarakat indonediadikenal sebagai masyarakat agamis, namun ternyata Indonesia termasuk salah satu Negara paling korup di dunia. Ini jelas merupakan paradok yang sangat menyedihkan.
4.     Lembaga Sosial Pelaksana Pengendalian Sosial
Di dalam masyarakat, dikenal adanya lembaga sosial yang berperan penting dalam melaksanakan pengendalian sosial. Beberapa di antara lembaga tersebut adalah kepolisian, peradilan, adat, dan tokoh masyarakat.

4.1.  Kepolisian
Di Indonesia, keberadaan kepolisian secara konstitusional diatur dalam pasal 30 ayat 4 UUD1945. Di sana dinyatakan: “Kepolisian Negara Repuplik Indonisia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan Hukum”.
Adapun tugas dan wewenang kepolisian indonisia diatur lebih lanjut dalam UUD No. 28 tahun 1997 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut Undang – undang tersebut, tugas utama polisi adalah:
Sebagai alat Negara penegak hukum, memelihara serta meningkatkan tertib hukum.
Sebagai pengayom, memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang – undangan.
Bersama – sama dengan segenap komponen pertahanan dan keamanan Negara lainnya, membina ketenteraman masyarakat dalam wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Membimbing masyarakat demi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Meskipun masih banyak kekurangan di sana sini, lembaga kepolisian di Indonesia menampakkan diri semakin professional. Hal ini misalnya ditunjukkan oleh kesigapannya dalam membongkar sebagian jaringan terorisme di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

4.2.  Peradilan
Lembaga peradilan berfungsi memberikan putusan hokum kepada warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hokum. Peradilan juga membuat keputusan mengenai penyelesaian perselisihan antara dua pihak. Putusan peradilan sangat penting artinya dalam menyelesaikan persoalan hukum. Melalui putusan peradilan, menjadi jelas status hokum dari sebuah persoalan hokum. Dengan kata lain, putusan peradilan memberikan kepastian hokum kepada masyarakat.
Dalam praktiknya, dalam membuat keputusan, lembaga peradilan selain berpegang pada hokum tertulis juga mempertimbangkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Adapun nilai-nilai yang dipertimbangkan itu antara lain adalah nilai keadilan, nilai kepatutan dan nilai kesusilaan.
Saat ini, lembaga peradilan di Indonesia sedang dalam ujian berat. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini sangat rendah. Itu terjadi karena lembaga peradilan tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Orang mengatakan, bahwa di Indonesia terdapat “mafia peradilan”. Artinya, ada jaringan yang tak terorganisasi yang menguasai peradilan, sehingga peradilan tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Lemahnya lembaga peradilan ini tentu saja menjadi salah satu hal yang membuat lemahnya pengendalian sosial.

4.3.  Adat-istiadat
adat istiadat merupakan lembaga sosial yang terdapat di masyarakat yang masih memegang teguh tradisi. Di Indonesia, masyarakat semacam itu terdapat terutama di pelosok-pelosok desa. Adat istiadat merupakan system norma yang tumbuh, berkembang dan dijunjung tinggi oleh masyarakat penganutnya. Adat yang sudah melembaga dan berlaku turun temurun disebut tradisi.
Warga masyarakat yang melanggar adat atau tradisi, pada umumnya akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut misalnya berupa pengucilan atau pengusiran dari lingkungan masyarakat di mana adat istiadat itu berlaku. Meskipun sanksi tersebut tidak tertulis, namun dapat berfungsi efektif. Hal ini disebabkan karena adat istiadat dihormati oleh warga masyarakat.
Di Indonesia, adat istiadat merupakan pelengkap hokum tertulis. Namun demikian, dalam kenyataan, peran adat dalam sistem hukum di Indonesia semakin berkurang. Peran itu semakin tergantikan oleh sistem hukum modern yang cenderung bercorak positivistic. Dalam arti, menyandarkan diri pada hukum tertulis.

4.4  Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah individu-individu warga masyarakat yang dianggap memiliki pengaruh atau wibawa tertentu oleh warga masyarakat lainnya. Orang tersebut biasanya disegani dan dihormati. Tutur kata maupun perbuatannya menjadi salah satu rujukan warga masyarakat lainnya. Tokoh masyarakat biasanya menjadi tempat tujuan warga dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Dengan segala kapasitas yang dimilikinya itu, tokoh masyarakat merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam pengendalian sosial. Karena itu, tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh luas, biasanya sangat diharapkan perannya dalam melakukan pengendalian sosial. Dia diharapkan mampu mencegah terjadinya berbagai perilaku yang menyimpang, maupun mengatasi berbagai perilaku menyimpang. Diharapkan dengan demikian, ketertiban masyarakat dapat diwujudkan.


Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter