KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya juga bersyukur atas berkat
rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat
mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari beberapa sumber.
Saya telah
berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang Hukum Ketenagakerjaan.
Saya sadar bahwa
makalah yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu saya mohon bantuan dari para pembaca.
Demikianlah
makalah ini saya buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, saya mohon maaf
yang sebesarnya dan sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.
Hormat penulis.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pembangunan
nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai
dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan
serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan
serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha.
Jika
dibandingkan dengan hubungan antara seorang penjual dan pembeli barang atau
orang yang tukar menukar maka hubungan antara buruh dan majikan sangat berbeda
sekali. Orang yang jual barang bebas untuk memperjualbelikan barangnya, artinya
seorang penjual tidak dapat dipaksa untuk menjual barang yang dimilikinya kalu
harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kehendaknya. Demikian juga pembeli
tidak dapat dipaksa untuk membeli suatu barang jika harga barang yang
diinginkan tidak sesuai dengan keinginannya.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Pembangunan
ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan
perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia
usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan.
Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan
sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha,
pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh
dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia,
peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
1.2 Pembatasan
Masalah
Dalam makalah
ini penulis mengididentifikasi masalah menjadi 2 bagian besar yaitu yang
pertama yang berhubungan dengan Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian
dan azas perlindungan konsumen.
2. Hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
3. Peran lembaga
perlindungan konsumen dan lembaga pengawsan
Selanjutnya pembatasan masalah yang berhubungan dengan Hukum.
Selanjutnya pembatasan masalah yang berhubungan dengan Hukum.
Ketenagakerjaan
yaitu sebagai berikut:
1.
Arti dan fungsi hukum
ketenagakerjaan
2.
Hubungan pekerja
3.
Hak-hak pekerja
1.3 Tujuan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dari masalah-masalah
yang telah di identifikasi. Selain itu juga untuk mendapatkan masukan yang
kelak dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran dalam memperbaiki kondisi
ketenagakerjaan yang pada saat ini dirasakan banyak yang telah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan masyarakat terutama dalam rangka pelaksanaan Hubungan
Industrial Pancasila.
PEMBAHASAN
2.1 Hukum
Ketenagakerjaan
2.1.1 Arti dan
Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pembinaan
hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus
diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi
manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus
diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan, Ketetapan MPR ini merupakan tonggak
utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakkan demokrasi di
tempat kerja diharapkan dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh
tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang
dicita-citakan. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan
yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial,
menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan
penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan
perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang.
Menurut
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan
ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum
ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur
tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
Menurut Profesor
Mochtar kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu
adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang diharapkan oleh
pembangunan. Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah
kegiatan manusia ke arah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu
upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina
dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga
dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju
perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan
peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Masalah kontemporer
ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas dari banyaknya jumlah
angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut menghadirkan implikasi buruk
dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa akar
dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan
nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan
pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara
memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja. Mengandalkan terus-menerus
industri ke sektor padat karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia
seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat
buruknya kondisi kerja, upah rendah. Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK)
semena-mena dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah
awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan. Usaha keras
dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan investor baru.
Minimnya perlindungan
hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu masalah dalam ketenagakerjaan
kita. MeIalui undang-undang ketenagakerjaan seharusnya para pekerja akan
terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang
layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah
layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu
pekerja dapat juga mendirikan Serikat Buruh. Sekalipun undang-undang
ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat buruh
untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB adalah sebuah dokumen
perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah bukan melalui LSM ataupun
partai politik bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di luar
ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah
sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK danburuh
pensiunan akan mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang
mengambil keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang
bertanggungjawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh bisa
hidup layak. Dengan sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan
mengurangi kriminalitas sosial.
2.1.2 Hubungan
Kerja
Hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang
dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan
kedua belah pihak;
b. kemampuan
atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya
pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan
yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan dapat dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan
dan kesehatan kerja;
b. moral dan
kesusilaan; dan
c. perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan
yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh tersebut meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja
lembur;
c.upah tidak
masuk kerja karena berhalangan;
d.upah tidak
masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena
menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan
cara pembayaran upah;
g. denda dan
potongan upah;
h. hal-hal yang
dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan
skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk
pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk
perhitungan pajak penghasilan.
Karena upaya
perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus disusun
kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara
optimal. Agar kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka
pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja
yaitu:
1. Hak untuk
mendapatkan upah
2. Hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Hak untuk
bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
4. Hak atas
pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan
ketrampilan.
5. Hak untuk
mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta perlakukan
yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
6. Hak atas
istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak untuk
mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.
8. Hak untuk
mendapat jaminan sosialKewajiban pekerja:
1. Melakukan
pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat bekerja.
2. Mematuhi
peraturan pemerintah.
3. Mematuhi
peraturan perjanjian kerja.
4. Mematuhi
peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan.
5. Mematuhi
peraturan-peraturan majikan.
6. Menjaga
rahasia perusahaan.
7. Memakai
perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi buruh
putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan segala
akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum buruh
seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak terjadi. Karena itulah pemerintah
mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1)
secara tegas menyatakan bahwa:
“ Pengusha harus
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha
dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus
merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh
yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi
anggota salah satu organisai buruh”.
2.1.3
Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan.
Perseleisihan
ketenagakerjaan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan
dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya
persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan
ketenagakerjaan. Dengan perselisihan dimaksdukan, perselisihan yang timbul
karena salah satu pihak pada perjanjian tidak memenuhi isi perjanjian atau
peraturan dan menyalahi ketentuan hukum.
Mengenai perselisihan hak-hak di bidang ketenagakerjaan ada dua badan instansi yang berwenang menyelesaikannya yaitu Pengadilan Negeri dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Perselisihan ketenagakerjaan itu sendiri dapat diselesaikan secara damai oleh mereka yang berselisih sendiri baik tanpa maupun dengan bantuan pihak ketiga atau tidak secara damai. Penyelesaian sengketa secara sukrela biasanya dimulai dengan tuntutan dari pihak organisasi buruh kepada pihak majikan mengenai misalnya kenaikan upah. Tuntutan ini pertama-tama harus diselesaikan kedua belah pihak dengan jalan perundingan. Hasil perundingan bila merupakan persetujuan dapat disusun menjadi suatu perjanjian perburuhan menurut ketentuan dalam undang-undang.
Tiap
perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh yang
berselisih harus disampaikan surat kepada pegawai ketenagakerjaan.
Pemberitahuan ini dipandang sebagai permintaan kepada pegawai ketenagakerjaan
untuk member perantaraan guna mencari penyelesaian dalam perselisihan tersebut.
Perantaraan yang wajib diberitahukan itu dimulai dengan mengadakan penyeldikan
tentang duduk perkara perselisihan dan sebab-sebabnya.
PENUTUP
Kesimpulan
terhadap Hukum Ketenagakerjaan
Menurut
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan
ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum
ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur
tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Setiap tenaga
kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau
pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar
negeri.
Masalah
kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya berangkat
dari 4 (empat) soal besar, yaitu :
1. tingginya
jumlah penggangguran massal.
2. rendahnya
tingkat pendidikan buruh.
3. minimnya
perlindungan hukum.
4. upah kurang
layak.
Saran
1. Untuk
peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggsrssn kerja maka
pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pelatihan kerja.
2. Penempatan
tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta
adil, dan setara tanpa diskriminasi..
3. Pemerintah
bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja..
4. Setiap
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja..
5. Dalam
melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan
kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
1. Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa Karya, Jakarta.
1. Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa Karya, Jakarta.
2. Manulang,
SH., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta, Cetakan kedua.
3. Zainal,
Asikin. 2006, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
4. C.S.T Kansil,
1995, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya, Jakarta.
5. Yusuf Sofie,
2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
6. Sudaryatmo,
1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Internet
Internet
Undang-Undang
1. UUD 1945.
2. Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Post a Comment
Post a Comment